Masalah stunting merupakan salah satu masalah di dunia dan nasional. Stunting, atau keterlambatan pertumbuhan anak juga didapatkan sebagai hal yang serius di Indonesia. WHO memperkirakan prevalensi balita stunting seluruh dunia sebanyak 149,2 juta (22%) pada tahun 2020. Prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, mencapai 30,8% pada tahun 2018 (Trihono et al., 2015). Survei Kesehatan Indonesia (SKI) mencatat bahwa tahun 2022, prevalensi stunting Kalimantan Selatan mencapai 24,6% dan pada tahun 2023 menjadi 24,7%. Kemudian berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019 status gizi balita mencapai 27,7% dan pada tahun 2021 menurun menjadi 24,4%. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, serta menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Berdasarkan data ini Pemerintah Indonesia menargetkan agar angka prevalensi stunting tahun 2024 menurun di bawah 14%.
Upaya untuk mengatasi masalah stunting harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah peningkatan pengetahuan dan perilaku desa sehat sadar stunting melalui praktik pemberian ASI eksklusif serta makanan pendamping ASI (MPASI) berbasis pangan lokal. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan status gizi anak dan mengurangi prevalensi stunting di Indonesia.
Strategi ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah stunting secara holistik. Dengan menggali potensi lokal dan melibatkan partisipasi masyarakat, diharapkan intervensi dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. (World Health Organization, 2014)
Pendahuluan
Stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan anak yang rendah untuk usianya. Kondisi ini terjadi akibat asupan gizi yang tidak adekuat dalam jangka waktu lama, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Stunting dapat berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan fisik anak, serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular di kemudian hari.
Prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, mencapai 30,8% pada tahun 2018 (Trihono et al., 2015). Angka ini jauh di atas target global WHO untuk pengurangan stunting menjadi 40% pada tahun 2025. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh stunting.
Upaya penanggulangan stunting di Indonesia telah banyak dilakukan, namun masih belum optimal. Diperlukan strategi yang komprehensif dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mencapai hasil yang lebih baik. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah peningkatan pengetahuan dan perilaku desa sehat sadar stunting melalui praktik pemberian ASI eksklusif serta MPASI berbasis pangan lokal.
Permasalahan
Salah satu faktor penyebab stunting adalah praktik pemberian makan yang tidak optimal, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif serta MPASI berbasis pangan lokal menjadi tantangan dalam upaya peningkatan status gizi anak (Mihrshahi et al., 2019).
Selain itu, rendahnya keterlibatan masyarakat desa dalam program-program penanggulangan stunting juga menjadi permasalahan yang harus diatasi. Masyarakat seringkali kurang memahami peran mereka dalam mendukung upaya pemerintah untuk menangani masalah stunting di tingkat lokal.
Kondisi ini diperparah oleh minimnya data dan informasi terkait stunting di tingkat desa. Sistem pencatatan dan pelaporan data stunting yang belum optimal menyulitkan pemantauan perkembangan dan evaluasi efektivitas program yang dilaksanakan (Rachmi et al., 2016). Tanpa data yang akurat, perencanaan dan pengambilan keputusan menjadi kurang tepat sasaran.
Kalimantan Selatan sebagai salah satu provinsi di pulau Kalimantan yang terkenal memiliki banyak aliran sungai sehingga disebut sebagai Provinsi Seribu Sungai. Kehidupan masyarakat di Kalimantan Selatan kebanyakan berhubungan erat dengan aktivitas sungai. Kabupaten Banjar merupakan salah satu lumbung ikan tawar besar di Kalimantan Selatan dengan hasil kurang lebih 1700 ton pertahun.
Menjadi sebagai salah satu lumbung ikan tawar besar. Kalimantan Selatan ternyata juga masih menjadi lokal fokus angka stunting yang tinggi. Didapatkan data juga sebagian besar masyarakat desa tidak memberikan ASI eksklusif dan memberikan pola asuh yang tidak tepat kepada anak, sehingga kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai MPASI dan ASI eksklusif merupakan permasalahan utama. Tidak jarang sebagian besar orang tua masih memberikan makanan dan minuman instan kepada anak-anak mereka. Berdasarkan hasil analisis permasalahan desa tersebut didapatkan bahwa stunting adalah permasalahan kesehatan utama yang sedang terjadi pada masyarakat karena minimnya kesadaran dan pengetahuan stunting. Dari analisis, didapatkan juga data kurangnya asupan protein anak stunting karena kurang minat memakan ikan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti preferensi makanan, persiapan dan penyajian, pengetahuan gizi yang kurang, preferensi personal, dan pengolahan serta penyimpanan ikan serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai pola asuh dan ASI ekslusif sehingga terjadilah stunting.
Rekomendasi Strategi
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, direkomendasikan beberapa strategi sebagai berikut:
Pertama, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat desa tentang stunting, pentingnya ASI eksklusif, serta MPASI berbasis pangan local, pengetahuan mengenai pola asuh anak yang baik melalui edukasi dan kampanye. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah desa, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat (Hadi, 2019). Edukasi yang sesuai dengan budaya lokal akan lebih efektif dalam mengubah perilaku masyarakat.
Kedua, mendorong keterlibatan aktif masyarakat desa dalam program-program penanggulangan stunting, seperti pembentukan kelembagaan Ranger stunting yang berfokus pada pelacakan asien stunting dan praktik pemberian makan yang baik (Wan et al., 2019). Dengan adanya partisipasi masyarakat, program akan lebih diterima dan berkelanjutan serta didukung dengan dana APBD atau APBD Desa
Ketiga, memperkuat sistem pencatatan dan pelaporan data stunting di tingkat desa untuk memantau perkembangan dan mengevaluasi efektivitas program yang dilaksanakan (Rachmi et al., 2016). Data yang akurat dan terkini akan membantu pemerintah dan pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan yang tepat.
Kesimpulan
Upaya peningkatan pengetahuan dan perilaku desa sehat sadar stunting melalui praktik pemberian ASI eksklusif serta MPASI berbasis pangan lokal merupakan strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan status gizi anak dan mengurangi prevalensi stunting secara berkelanjutan.
Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat desa. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, intervensi dapat disesuaikan dengan kondisi dan budaya lokal, sehingga lebih diterima dan berkelanjutan.
Selain itu, dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan terkait juga sangat diperlukan. Sinergi antara upaya pemerintah dan partisipasi masyarakat akan menciptakan sinergi yang kuat dalam menangani masalah stunting di Indonesia.
Referensi
Hadi, H. (2019). Community-Based Approach to Prevent and Manage Childhood Stunting. The Indonesian Journal of Public Health, 14(2), 171-180.
Mihrshahi, S., Porteous, J. E., Loveday, B. P., Mapstone, J., Osendarp, S. J. M., & Heard, T. R. (2019). Predictors of Stunting in Children Under-Five Years in Indonesia: A Cross-Sectional Study. Maternal & Child Nutrition, 15(3), e12802.
Rachmi, C. N., Agho, K. E., Li, M., & Baur, L. A. (2016). Stunting, Underweight and Overweight in Children Aged 2.0-4.9 Years in Indonesia: Prevalence Trends and Associated Risk Factors. PLoS ONE, 11(5), e0154756.
Trihono, R. R., Atmarita, Tjandrarini, D. H., Irawati, A., Utami, N. H., Tejayanti, T., & Soekatri, M. Y. (2015). Short Stature in Indonesia: A Strategic Review. Acta Medica Indonesiana, 47(2), 131-137.
Wan, M. H. A., Sulaiman, Z., Kamaruddin, N., Tuan Abdul, T. A., & Johari, N. (2019). Effectiveness of a Community-Based Intervention Programme to Improve the Nutritional Status of Children Aged 6 to 59 Months in Rural Kelantan, Malaysia. BMC Public Health, 19(4), 1-10.
World Health Organization. (2014). World Health Assembly Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief. World Health Organization.
POLICY BRIEF
Penyusun : Hery Wibowo,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Tim PPK Ormawa Hima PS Keperawatan FKIK ULM