Banjarmasin-24 Oktober 2023. Program Studi Ilmu Kesehatan Anak telah menggelar acara Kuliah Pakar di bidang Nutrisi dan Penyakit Metabolik dengan tema Tatalaksana Gizi Buruk pada Anak Usia > 5 Tahun dan Remaja sebagai bagian dari kegiatan akademik yang diadakan rutin setiap bulan untuk meningkatkan pengetahuan residen.
Acara ini diadakan secara online dan kali ini mengundang tamu dari Universitas Airlangga yaitu Dr. dr. Nur Aisiyah Widjaja, Sp.A(K).
Dr. dr. Nur Aisiyah Widjaja, Sp.A(K) merupakan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang mendapatkan gelar Spesialis Anak pada tahun 2009 dari Unair dan mendapatkan gelar Doktor pada tahun 2020 juga di universitas yang sama. Beliau juga tergabung dalam anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Kuliah Pakar ini dihadiri oleh Koordinator Program Studi beserta staf dokter, residen dan coass. Dipandu oleh moderator dari Prodi Ilmu Kesehatan Anak FK ULM yang juga berasal dari divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik yaitu dr. Arief Budiarto, Sp.A(K).
Berikut adalah pemaparan dari narasumber:
Tatalaksana gizi buruk untuk anak dan remaja memiliki sedikit perbedaan. Prevalensi terbanyak sekitar 80% adalah dibawah 2 tahun. Untuk tata laksana anak dibawah 2 tahun dengan remaja sebetulnya sama yaitu fase stabilisasi transisi, hanya jumlah kalori saja yang berbeda dan sebagian besar gizi buruk yang ada di Indonesia dan negara lain 80% adalah dibawah 2 tahun.
Gizi buruk bukan hanya urusannya gizi, tetapi menjadi urusan dokter juga karena harus deteksi refleks, sekitar 70%-80% malnutrisi disertai penyakit baik infeksi maupun non infeksi.
Masalah kekurangan gizi masih banyak di Indonesia, contoh di tahun 2018 angkanya masih 30,8%, di tahun 2022 sebanyak 24%. Menurut WHO jika diatas 20% maka stunting masih tinggi jadi harusnya di bawah 20%.
80% gizi buruk adalah usia di bawah 2 tahun, ini yang perlu dipahami. Gizi buruk remaja bukannya tidak ada, ada tapi prevalensinya sangat jarang. Yang banyak di masyarakat adalah gizi buruk di bawah 2 tahun, PPDS harus tahu bagaimana tatalaksananya.
Malnutrisi merupakan kondisi kekurangan, kelebihan, atas ketidakseimbangan antara masukan energi atau zat gizi makro dan mikro. Malnutri terbagi menjadi dua yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi terbagi lagi menjadi dua yaitu akut dan kronik.
Menentukan gizi buruk dapat dilakukan secara klinis dan atau antropometri. Bisa saja secara klinik tidak nampak gizi buruk. Stunting tidak terjadi tiba-tiba, pasti didahului oleh sesuatu yang ringan dahulu. Seperti penyakit tidak langsung berat. Menjadi gizi buruk bisa didahului dengan weight faltering. Sekarang kita sedang mensosialisasikan supaya dapat mencegah gizi buruk karena jika terjadi gizi buruk maka sudah terlambat, untuk itu harus dicegah dari awal yaitu weight faltering. Weight faltering apabila tidak ditangani akan menjadi underweight, underweight apabila tidak ditangani akan menjadi gizi buruk atau stunting.
Dampak Gizi Buruk
- Dampak Jangka pendek
Kita tahu bahwa dampak jangka pendek dan jangka panjang sangat berat. Untuk jangka pendek pada anak dengan gizi buruk berisiko kematian 11x lebih tinggi dibandingkan dengan anak bergizi baik. Dengan adanya gizi buruk, respon imun akan menurun, apabila respon imun menurun maka akan dengan mudah terserang penyakit infeksi, kemudian respon antibodi tidak adekuat sehingga si anak tersebut akan berisiko mortalitasnya menjadi memburuk dibandingkan dengan anak normal.
Apabila anak tersebut terserang penyakit infeksi yang merupakan mayoritas penyakit yang ada di Indonesia, maka respon imun tidak adekuat. Terlebih lagi respon berpengaruh kepada IQ anak. Pada anak gizi buruk IQnya lebih rendah 15 poin dibandingkan anak normal, begitu juga dengan stunting lebih rendah 20 poin.
2. Dampak jangka panjang
Sedangkan jangka panjangnya, anak-anak yang IQnya lebih rendah maka daya tangkap belajarnya rendah sehingga kapasitas kecerdasannya menjadi rendah. Jangankan ingin menjadi bidan, dokter atau sarjana, menjadi kuli angkut saja menjadi mustahil karena tubuhnya mengalami kelemahan otot. jika stunting pada anak tidak diatasi maka akan jadi proporsional.
Pada saat usia 2 tahun kecepatan pertumbuhan sangat tinggi, tinggi badan bisa naik hingga 40 cm, tapi kemudian melambat pada usia lima tahun dengan pertambahan 4-5 cm pertahun. Pada usia lima tahun sel-sel lemak sudah tumbuh, maka anak berisiko mengalami obesitas. Jangan heran apabila menemukan anak stunting tapi gizinya baik, lihatlah usianya biasanya usia anak yang sudah mendekati lima tahun.
Stunting itu bisa berdiri sendiri atau diikuti underweigth (gizi kurang). Jika tidak ditangani lambat laun status gizinya akan menjadi normal. Karena tingginya sudah tidak bisa cepat tapi sel-sel lemaknya sudah mulai tumbuh.
Kita juga jangan senang karena anak yang berisiko obesitas tadi akan berisiko terkena penyakit metabolik sepeti hipertensi, jantung koroner sekitar 52% yang sudah pernah diteliti.
Dampak gizi kurang atau gizi buruk salah satunya adalah terkait dengan perkembangan otak, otak anak dengan gizi buruk dibandingkan dengan otak anak yang sudah diinterfensi, jika dilihat sel-selnya maka akan lebih jarang pada anak dengan otak yang belum diinterfensi.
Pada anak gizi buruk 80% sekunder adanya penyakit penyerta. Jangan hanya mengatasi masalah gizinya saja karena 80% dari gizi tersebut bisa disertai oleh penyakit sekunder.
Primer
Penyebab dari gizi buruk bisa secara primer, secara primer artinya tidak ada penyakit penyerta. Intakenya tidak ada yang dimakan sehingga tidak selalu berupa masalah ekonomi, sosial ekonominya sangat rendah atau sebenarnya sosial ekonominya baik tapi kemudian kecukupan asinya kurang. Mungkin ibunya yang tidak memberikan asi secara baik atau cara memberikan asinya salah atau cara memberikan MP asi mampu tapi tidak mengerti bagaimana cara memberikan MP asi yang benar. Misalnya banyak diberikan sayur-sayuran tapi kurang memberikan protein hewani. Kita tahu protein hewani adalah untuk proses pertumbuhan sel-sel otak dan tubuh anak.
Sekunder
sekunder ini disertai penyakit penyerta, misalnya anak tidak mau makan, intakenya kurang karena memang mengalami sakit, seseorang yang sedang sakit pasti akan malas untuk makan, apalagi anak yang terserang sakit kronik, karena biasanya pada sakit kronik akan terjadi peningkatan respon dan itu akan menekan hormon pertumbuhan, itu akan ditekan oleh faktor inflamasi, inflamasi tadi menyebabkan anoreksia sehingga anak-anak yang mengalami infeksi pastinya tidak akan mau makan, penyakit infeksi misalnya TB, HIV, ISK. TB merupakan penyakit Indonesia nomor 2 di dunia setelah India dan sekarang angka TB laten dewasa semakin meningkat. Sering kali seorang dewasa yang menderita TB yang harusnya diobati 6 bulan, hanya melakukan pengobatan 2 bulan saja setelah itu berhenti karena sudah merasa nyaman dengan tubuhnya, padahal itu bisa menjadi sumber penularan terutama bagi anak-anak yang usianya dibawah 2 tahun.
Tatalaksana Gizi Buruk
Tatalaksana bisa berupa rawat inap atau rawat jalan, bagaimana gizi buruk yang indikasi rawat jalan? Apabila kita menemukan undernutrisi akut secara BB/PB atau BB/TB <-3 SD, klinis belum terlihat. Apabila ada tanda-tanda seperti marasmik, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor langsung dirujuk ke rumah sakit.
Apabila gizi buruknya tidak terlihat tanda-tanda klinis tapi secara antropometri BB/PB atau BB/TB <-3 SD, maka dilihat komplikasi medisnya apakah ada, kalau ada komplikasi medis anemia, hipoglikemi atau diare kronik maka itu harus dirujuk, tidak bisa dirawat jalan. Tapi kalau tidak ada komplikasi medis maka boleh dirawat jalan. Atau gizi kurang dengan BB/PB atau BB/TB<-2 SD tapi tanpa komplikasi maka bisa dirawat jalan.