Ringkasan Kebijakan
Topografi wilayah Kabupaten Banjar berkisar antara 0-1,878 meter dari permukaan laut (DPL). Ketinggian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan letak kegiatan penduduk sehingga ketinggian juga dipakai sebagai penentuan batas wilayah usaha dimana 35% berada di ketinggian 0-7 mdpl, 55,54% terdapat pada ketinggian 50-300 mdpl dan sisanya yaitu sebanyak 9,45% berada pada ketinggian lebih dari 300 mdpl. Rendahnya letak Kabupaten Banjar dari permukaan laut menyebabkan aliran air pada permukaan tanah menjadi kurang lancar. Akibatnya sebagian wilayah selalu tergenang (29,93 %) sebagian lagi (0,58%) tergenang secara periodik atau banjir (Luthfi, 2023).
Salah satu bentuk upaya penting dalam bencana adalah kesiapsiagaan berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 128 Tahun 2011 tentang Kampung Siaga Bencana, yang terdiri dari penanggulangan banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery). Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang berkesinambungan. Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus (life cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan (prevention) sebelum bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai (in-stream) sampai wilayah dataran banjir (off-stream), dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini bencana banjir. Setelah pencegahan dilaksanakan, dirancang pula tindakan penanganan (response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi (Luthfi, 2023; Pertahanan, 2021).
Solusi yang diberikan dari tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan Team of Emergency Nursing (PPK Ormawa TENSI) dengan melaksanakan pelatihan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana terkait upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk holistik dengan sasaran kepala desa, karang taruna, ibu-ibu PKK serta masyarakat secara keseluruhan hingga terbentuknya Peraturan Desa Antasan Sutun Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar No. 5 Tahun 2024 tentang Desa Tanggap Siaga Bencana dan Keputusan Pembakal Desa Antasan Sutun Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar No. 13 Tahun 2024 tentang Tim Siaga Bencana Desa (Arsyad, 2023).
Pendahuluan
Bencana alam sering dianggap sebagai force majeure, yaitu kejadian yang berada di luar kendali manusia. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana untuk meminimalkan jumlah korban. Idealnya, kesadaran dan kesiapan ini seharusnya sudah tertanam dalam masyarakat melalui kearifan lokal mereka (Arsyad, 2023).
Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi. Secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan yang berada di pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Negara ini memiliki 130 gunung berapi aktif serta lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil, di mana sekitar 30% dari sungai-sungai tersebut melintasi daerah padat penduduk dan berpotensi menyebabkan banjir bandang serta tanah longsor terutama pada musim hujan (Liesnoor et al., 2021).
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penanggulangan bencana mencakup berbagai upaya, mulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko bencana, pencegahan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi. Tujuan dari upaya ini adalah: a) melindungi masyarakat dari ancaman bencana; b) menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) memastikan penanggulangan bencana dilakukan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d) menghormati budaya lokal; e) membangun kemitraan antara publik dan swasta; f) mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; serta g) menciptakan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Rofinus et al., 2023).
Peningkatan Pengetahuan dan Memperkuat Kesiapsiagaan Mitigasi Bencana Banjir
Antasan Sutun adalah salah satu Desa di Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Desa Antasan Sutun memiliki luas wilayah sebesar 6 km2 dengan sebagian besar wilayah dipenuhi oleh persawahan dan persungaian. Berdasarkan data terakhir pada bulan Desember, penduduk Desa Antasan Sutun sebanyak 507 jiwa. Kondisi desa tersebut agak terpencil dan terletak di pesisir sungai Martapura. Desa Antasan Sutun dipilih karena memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya rentan terhadap banjir. Desa ini terletak di pesisir Sungai Martapura dengan jarak rumah warga hanya 2 meter dari sungai, sehingga sangat rentan terhadap banjir. Data Indeks Desa Membangun (IDM) 2021 pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Banjar, Desa Antasan Sutun termasuk 40 desa tertinggal di Kalimantan Selatan (Suratman, 2023).
Karena letak geografis yang belum bisa di rubah dan isu masalah kesehatan utama termasuk dalam sistem kegawatdaruratannya yang belum terbentuk maka topik ini dipilih karena desa Antasan Sutun termasuk dalam daerah yang sering terkena bencana banjir setiap tahun dengan durasi yang cukup lama, yaitu 2-3 bulan. Banjir di desa ini tidak hanya merendam rumah warga tetapi juga menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti diare dan penyakit kulit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan warga, tidak ada program yang dilaksanakan pada saat banjir selain bantuan makanan yang juga tidak mencukupi semua warga. Selain itu, desa ini belum memiliki sistem peringatan bencana, rambu-rambu keselamatan, atau jalur evakuasi. Maka dari itu, sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan warga desa terhadap bencana banjir serta pencegahan penyakit yang menyertainya (Suratman, 2023).
Implementasi dan Rekomendasi
Langkah strategis dalam mengurangi risiko bencana mencakup mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dan menangani risiko bencana melalui perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik serta peningkatan kesadaran dan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun kultural. Secara struktural, upaya ini melibatkan pembangunan infrastruktur fisik dan penerapan teknologi, seperti pembuatan kanal untuk mencegah banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan tahan gempa, serta sistem peringatan dini untuk memprediksi tsunami. Mitigasi struktural juga mencakup rekayasa teknis bangunan untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana. Sebaliknya, mitigasi kultural berfokus pada pengembangan kebijakan, peraturan, perubahan paradigma, peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat, serta menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan untuk meminimalkan bencana. Kegiatan dalam tahap ini meliputi: 1) pembuatan peta wilayah rawan bencana; 2) pemasangan alarm bencana; 3) pembangunan bangunan tahan bencana; dan 4) penyuluhan serta pendidikan masyarakat di daerah rawan bencana (Luthfi, 2023; Setiawan & Pasfya, 2022).
Tahap berikutnya adalah kesiapsiagaan bencana, yang dilakukan menjelang terjadinya bencana. Pada tahap ini, semua elemen, terutama masyarakat, perlu siap dan waspada. Salah satu upayanya adalah menyusun rencana kontinjensi. Kontinjensi adalah kondisi yang mungkin terjadi tetapi belum tentu pasti terjadi, dan perencanaan kontinjensi bertujuan untuk menghadapi kemungkinan tersebut dengan merencanakan langkah-langkah untuk mengurangi dampak. Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan meliputi: 1) penyusunan rencana sistem peringatan, pemeliharaan persediaan, dan pelatihan personil; 2) pembuatan rencana pencarian dan penyelamatan serta evakuasi untuk daerah yang berisiko tinggi; dan 3) pelaksanaan langkah-langkah kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi. Semua upaya mitigasi dan kesiapsiagaan ini diharapkan dapat mengurangi jumlah korban jiwa, gangguan layanan, dan kerugian harta benda saat bencana terjadi (Astuti et al., 2021).
Kesimpulan
Mitigasi dan kesiapsiagaan bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. Mitigasi bencana dapat dilakukan melalui pembangunan fisik, penyadaran masyarakat, dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kesiagaan bencana dapat dicapai dengan melakukan edukasi bencana secara konsisten dan terstruktur. Edukasi bencana dapat menanamkan budaya siaga bencana dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga setiap individu selalu waspada dan siap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Daftar Pustaka
Arsyad, M. (2023). Modul Manajemen Penanggulangan Bencana Pelatihan Penanggulangan Bencana Banjir. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Sumber Daya Air Dan Kontruksi, 77.
Astuti, E. T., Usman, H., Harsanti, T., & Agus, P. (2021). Tingkat Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana di Badan Pusat Statistik. Seri Laporan Hasil PKL T.A. 2020/2021.
Liesnoor, D., Hardati, P., Yohanes, S., Anugrahanto, D., Suharini, E., Arsal, T., & Budi, T. (2021). Kesiapsiagaan Mitigasi Bencana Longsor di Desa Sepakung.
Luthfi, M. (2023). Materi Mitigasi Bencana. Ilmu Dan Pengetahuan Seputar Bencana, 2, 23.
Pertahanan, K. (2021). Pencegahan Dan Mitigasi Bencana. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 287.
Rofinus, A., Teluma, L., Nur, M. J., & Maulida, N. (2023). Edukasi Mitigasi Bencana untuk Kesiapsiagaan Bencana Masyarakat Pesisir Selatan Lombok di Desa Montong Ajan Lombok Tengah. Journal of Community Development and Empowerment, 4(1), 9–14.
Setiawan, A., & Pasfya, L. (2022). Mitigasi bencana dan manajemen penanggulangan bencana. Ciamis, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten.
Suratman, E. (2023). Renstra (Rencana Strategik) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Banjar 2014-2018. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 3.
Tim Penyusun Bernadetta Germia Aridamayanti, S.Kep., Ns., M.Kep. Jannatul Rahmah Sintia Ananda Humaira Meidiani Desy Meiliana Nanda Putri Amalia Siti Dita Nurhidayah Emilda Amilia Jihan Dwi Adibah Siti Badriah Ahda Sabila Zada Aisha Agustia